Sabtu, 01 Agustus 2015

Kami Bersalah

Sekali lagi aku melirik wanita muda itu.
Kali ini dia sedang melihat kearah luar melalui jendela yang ada disampingnya.
Sudah hampir seminggu aku melihatnya rutin ke kedai ini.
Memang sulit kukatakan, ada hal yang membuatnya menarik.

"kau mendengarkanku kan?"
"tentu saja" kataku langsung melihat kearahnya
"Ah sayang... Kau pasti sedang memikirkan bukumu yang akan terbit" katanya sambil memegang tanganku pelan.
"Iyaa, maaf ya. Bukuku baru setengah jadi"
Tentu saja bukan hal itu yang sebenarnya ada dipikiranku, tetapi tentu saja aku tidak bisa berterus terang dengannya. Orang yang telah hidup bersama denganku hampir 5 tahun.
Hari ini langit sangat gelap, perlahan bulir air hujan turun dengan deras.
Untung saja aku tidak jadi pergi dari tempat ini.
Aku melihat sekeliling, pasti karena hari hujan oleh karena itu kedai ini sangat padat pengunjung. Entah yang memang datang untuk sebuah kopi atau hanya menumpang berteduh.
Aku pun memutuskan kembali mencoba berkonsentrasi menulis buku yang harus segera selesai.

"maaf... Boleh saya duduk disini?" tiba-tiba gadis muda itu telah berdiri didepanku
Rasa tidak enak menolak membuatku mengizinkannya.
"terima kasih, oh ya mas nama saya Yani. Maaf saya menggangu ya" katanya sambil tersenyum sangat manis.
"iya tidak papa, nama saya rizal" kataku membalas senyumnya
Kami duduk dalam diam, aku berusaha mati-matian untuk tidak meliriknya terus-terusan.
"sedang menunggu orang ya mas rizal?" tanyanya ketika dia memergoki sedang melihatnya
"oh tidak, saya datang sendiri. Bagaimana denganmu?" kataku menutupi malu
"iya mas, saya menunggu kawan lama saya" katanya pelan
Obrolan kami pun berlanjut, semakin banyak tau tentang dirinya semakin juga aku penasaran dengannya.
Sampai satu kalimat membuatku tersadar
"Cincin pernikahan yang bagus mas" katanya sambil melihat jari manisku.
Ternyata tanpa sadar aku memegang cincin pernikahanku, kebiasaan yang aneh memang.
"Terimakasih Yani"
"saya selalu iri mas dengan orang-orang yang sudah terikat dan mengikat cinta"
Beberapa lama dia memutuskan pergi karena kawannya tidak kunjung datang.

Dia memelukku erat.
"aku takut... Kau akan berubah perlahan-lahan. Meninggalkanku sendirian"
Aku merasa bersalah dengan kata-katanya, pasti bukan tanpa sebab dia berkata seperti ini.
"jangan berpikir seperti itu, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu"
"aku tau ini cinta yang salah, jika tuhan menciptakan cinta berlawan jenis tetapi kita terjebak di cinta satu jenis" katanya perlahan.
Dia menyadarkanku, kami cinta yang salah.
Aku memandangnya, pria yang terlihat menua dengan gurat halus diwajahnya ditambah uban yang semakin banyak
"ini pilihanku sayang..." kataku membalas pelukannya.

P.s: Tuhan tidak pernah membuat kondisi yang salah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar