Minggu, 30 Juni 2013

Takut Bermimpi

Sudah lama aku tidak menceritakan tentang kau.
Maaf... bukannya dengan mudah aku berhenti menyukaimu
Aku terlalu takut, jika terlalu sering aku bercerita tentang kau.
Aku kembali dihantui sosokmu berupa mimpi-mimpi.
Itu mengerikan, kau datang lalu berbicara padaku bahkan tertawa bersama dan dalam hitungan detik ketika aku membuka mata kau hilang dan semua kembali semu.

Aku percaya memang kau tidak memantraiku, atau hal kotor semacam itu.

Tetapi sedikit saja aku berani membayangkanmu atau menyebut namamu
Dengan pasti kau akan ada di mimpiku.
Hal itu menjadi panggilan tersendiri buatku menemuimu.

Kemarin mungkin hal itu sangat menyenangkan buatku.

Tetapi sekarang itu momok.
Aku tidak mau lagi bertemu denganmu dengan cara itu.


Kamis, 27 Juni 2013

Saka (2)

Tepat jam 2 aku sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta, bandara memang tidak begitu padat hari ini. Mungkin karena bkan masa-masa liburan. Teleponku berbunyi ketika aku selesai mengambil tas dan menuju taksi.
“kamu sudah sampai nak?” suara halus ibuku terdengar sedikit khawatir
“sudah bu, baru saja”
“kamu nda papa nak? Kalo memang nda bisa menjalankan permintaannya ya nda usah kamu paksakan” Ibuku memang sangat mengerti aku, perempuan keturunan Jawa yang sangat lemah lembut tetapi tegas. Ketegasan ini juga yang diturunkan ke aku. Sedangkan bapakku adalah keturunan sunda dengan percampuran darah oriental.
“bisa bu, Daliani kan sudah janji. Ibu jangan khawatir ya, semuanya sudah dipersiapkan” Bayangan kejadian yang membuatku mempunyai janji seperti ini terulang. Aku menggelengkan kepala, berharap semua bayangannya terkubur lagi.
Perjalanan menuju rumah  terasa begitu lama,kemacetan yang memang tidak akan pernah hilang dan sudah menjadi stereotype di Jakarta. Jadi aku tidak akan megeluarkan energiku untuk mencaci jalanan disini. Sudah hampir malam ketika aku sampai dirumah,  Ibu yang datang menyambutku ketika aku masuk. Maklum saja, hanya aku dan ibuku yang tinggal berdua di rumah ini.
“Dali, tadi ada telepon dari Eliana. Kamu nda kasih kabar ke dia?”
“lupa bu, dari kemarin Dali cuma kasih kabar ke ibu saja” Bukannya aku sengaja mengacuhkan pesan dari Eliana yang masuk ke handphoneku, tapi dengan waktu yang sedikit dan penjelasan panjang yang harus aku berikan ke Eliana membuatku memutuskan membalas pesannya nanti saja.
“Bagaimana hasilnya kemarin? Kapan pengerjaannya nak?”
“belum sampai tahap itu bu, kemarin Dali dan team dari Saka baru membahas konsep awalnya saja. Rencananya kami harus bertemu lagi, cuma Dali bingung bu. Kan di kantor juga Dali punya tanggung jawab besar. Bagaimana ya ini bu?”
Aku memang sangat bingung dengan jadwal-jadwal yang harus aku sediakan untuk mengurus rencana besar ini, sedangkan di kantor aku masih punya banyak pekerjaan yang pasti tertunda jika harus banyak meminta cuti.
“nah itu juga yang ibu pikirkan Dali, makanya kemarin ibu minta kamu jangan memaksakan kalau memang nda bisa. Memang kamu nda bisa minta sama Eliana yang pergi melihat keadaan di Bali? Atau kalau memang kamu mau, ibu yang akan bantu mengurus semuanya”
“kalau ibu yang pergi Dali ngga mau bu, Dali ngga mau ibu kecapean karena hal ini. Nanti coba Dali usahakan untuk minta Eliana membantu” kataku menutup pembicaraan ini. Aku yakin ibu mengerti sikap keras kepalaku, karena itu ibu juga memilih diam.

Saka

Aku terikat janji.
Janji yang akan menarikku pelan-pelan menuju dunianya.
Aku harus menepati, ini tekadku.
Tidak mudah tapi aku berusaha semuanya terwujud.
Mau tidak mau aku mengorbankan satu persatu yang ada, untuk membuatnya berdiri.
Lihat saja! aku akan berhasil... sayang.

---------------------------------------------------------------


Pagi-pagi sekali aku datang ke kantornya ini. Memang masih terlihat sepi. Baru ada seorang cleaning service yang sedang menyapu di dalam. Aku mengetuk pelan pintu masuk yang terbuat dari kaca ini. Sontak membuat pria itu mendatangiku.
"selamat pagi bli" sapaku ketika dia membukakan pintu
"selamat pagi mbak" balasnya ramah dengan logat Bali yang kental
"kantornya belum buka ya bli? kalau saya boleh tau jam berapa bukanya?" 
"sekitar jam 10 mbak, orang-orang baru akan datang"
Aku melirik jam tanganku, hampir 2 jam aku harus menunggu.
"baik, saya kembali lagi nanti. Terimakasih bli" 

Aku datang ketempat ini dengan harapan dapat membangun restaurant itu. Gambaran konsep yang sudah nyata di kepalaku.
Sudah lama aku ingin membangunnya di kota ini. Sama seperti permintaannya, yang aku anggap seperti permintaan terakhirnya.

"selamat siang, maaf menunggu lama" kata salah satu pria yang berjalan paling depan
"siang, tidak apa-apa. Saya yang terlalu cepat datang kesini" kataku menyalami mereka satu persatu.
Ada 3 pria di depanku, memakai pakaian yang sama rapihnya dengan gaya yang berbeda-beda. terutama pria yang satu itu, dilihat sepintas pun memang terlihat paling berbeda. Karena selain terlihat jelas darah yang mengalir pasti bukan hanya dari Indonesia tetapi entah percampuran negara mana dan kenyataanya dia adalh actor film pendek yang pernah diputar di Tanah Air.
Sekali lagi, bukan karena dia aku datang kemari. Tetapi karena aku melihat berbagai foto yang ada di salah satu website resmi mereka.
Hampir 2 jam  kami membicarakan konsep restaurant hingga budget yang aku miliki untuk membangunnya. Aku memang bukan orang kaya yang bisa seenaknya bisa membuat restaurant high class yang akan di datangi juga hanya untuk kalangan high class. Bukan itu yang aku mau, aku mau semua merasakan masakan restaurant itu dan juga suasananya.

"Mbak Daliana, kapan kita bisa meeting lagi? saya yakin team kami akan dengan senang bisa mengajak mbak ketempat yang telah kami design, sebagai bahan refrensi" tanya Hansa si actor itu
"kira-kira minggu depan ya Pak, saya harus kembali ke Jakarta besok. Tapi nanti saya hubungi team Saka untuk confirm kapan pastinya kita bisa meeting lagi" Aku memang harus memeriksa ulang semua scheduleku.
"baik mbak, kami harap. Kami bisa membantu mbak Dali untuk mendesain restaurant itu ya" Kata Sonny salah satu team dari mereka.
"Makasi ya atas waktunya, saya harap juga begitu" kataku lalu berpamitan.

***

Senin, 10 Juni 2013

Dia Rumahku



Dia satu-satunya pria yang nyaman seperti rumah menurutku.
Aku akan berjalan jauh, bahkan terkadang sangat jauh.
Tetapi aku akan ingat kembali dengannya dan kembali pulang.

Dia hangat, walaupun sedikit membosankan.

Dia baik, walaupun terkadang naif.
Tetapi dia menenangkan, aku dengan bebas berbagi tangis tanpa sungkan.

Aku masih ingat ketika pertama kali kami bertemu.

Dia datang bersama temannya kerumahku.
Aku yang melihatnya sepintas dan bertukar senyum dengannya.

Mengenalnya cukup lama, tidak akan membuatmu hilang rasa.

Begitu juga denganku.


p.s: Lagu 'Lana Del Rey-Young and Beautiful' seperti penggambaran dia. Dia tidak mudah berpindah rasa.


Jumat, 07 Juni 2013

Dia menikahi pilihan lainnya

Aku menghela nafas mendengar kabar buruk yang disampaikan adikmu.

Sedih...
Itu yang aku rasakan untukmu.
Aku tau pasti bagaimana perasaanmu untuknya.
Kau begitu berharap dan menyukainya.
Walaupun dia meninggalkanmu untuk pilihan lainnya.
Membuatmu seperti bayangan dan terbelakang.

Apa kau menangis disana?
Apa kau malah tersenyum untuknya?
Aku memang tidak tau, karena kau begitu jauh.

Jika kau sedih, aku harap kau tidak akan terlalu lama menjadi murung.
Menangislah diam-diam, ketika sedang malam.
Legakan dirimu sendiri.

Jika kau bisa ikut bahagia untuknya
Kau memang telah berubah, bisa dengan berbesar hati menerimanya.

Atau jika kau merasa abu-abu, biarkan saja.
Lama-lama kau akan terbisa sampai datang sosok lainnya.


p.s: Po 060613