Sabtu, 22 September 2012

Gelap

Aku terlambat hampir 15 menit.
Aku tidak perlu bersusah-susah mencarinya, dia duduk dekat sekali dengan jendela yang menghadap kejalan.
Dia sedang menghirup pelan kopinya dan tidak perlu bersusah-susah juga membaca situasi hatinya, mukanya menampakan kemarahan yang ditahan.
“maaf, hujan lebat sekali” kataku singkat dan memanggil pelayan untuk memesan teh hangat.
“kenapa?” dia meletakkan kopinya dimeja
Aku menyalakan rokok menutupi kegelisahanku  dan berusaha  tersenyum tenang
“Aku bisa menerima keadaanmu apa adanya”
“seperti apa?” kataku menantang
“Aku bisa melupakan semuanya, berjalan denganmu dari awal”
Aku tertawa kecil

“Asal kau tau, aku tidak pernah membiarkan rasa cinta hadir disetiap malam aku menemani tidur tamuku dan membiarkan mereka pergi setelah habis birahi. Cinta hanya untuk wanita naïf”

“Jadi kau memang tidak merasa berbeda denganku?” katanya berusaha memegang tanganku yang segera aku tepis.

“kalau kau berbeda, sudah kukembalikan semua uangmu tadi malam” Aku mengacuhkannya.
Kami  berdua sibuk dengan pikiran masing-masing cukup lama. Aku menikmati setiap hiapan rokokku dan dia meminum kopinya sambil sesekali memandangku cukup lama.

“apakah kau benar-benar tidak mencintaiku?” dia memecah kebisuan.

“aku mencintaimu pada saat malam saja tidak ketika pagi ataupun sore hari” Aku meminum teh yang baru saja disajikan didepanku.

“maksudmu?” nadanya sedikit memaksa

“malam begitu gelap bagiku, semuanya terlihat baik karena aku tidak bisa melihat keburukanmu”
Dia bergegas pergi dengan kasar, guratan kemarahan semakin terlihat nyata diwajahnya ketika pergi. Bahkan tanpa mengucapkan apapun.
Aku menghabiskan tehku, dan beranjak pergi juga. Berjalan menembus hujan yang masih setia dengan lebat. Beruntung sekali hari perpisahan ini hujan lebat, karena aku terlalu takut air mataku terlihat dengan orang-orang yang sedang berteduh.
“Aku mencintaimu ketika pagi dan soreku juga telah menjadi gelap” Aku membatin

P.s : Rindu Hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar