Senin, 03 April 2017

Usang

Jika saja wanita itu tau bahaya dan kesedihan dari awal, pasti dia akan mengurungkan niatnya...

Kalimat itu terus terpahat makin kuat dipikiran wanita itu. 
Aku lihat bukan penyesalan yang ada di dirinya... tetapi hanya kekecewaan mendalam.
Aku akhirnya memberanikan menulis sepotong cerita yang pasti aku akan ingat sampai nanti.

Tentang penantian yang berakhir tangis. 
Bukan hal mudah untuk mencoba mengingat-ingat kembali detik perdetik yang aku habiskan disana ketika memandang wanita itu, tangis yang dia habiskan di beberapa malam terakhir dengan ditemani bantal-bantal yang dibuat untuk menutupi sebagian wajahnya agar orang-orang berlalu lalang diluar tidak mendengar suara tangisnya.

Aku sebagai pemantau ikut merasakan kelu...

Diawal wanita itu terlihat sangat bersemangat untuk datang ke kota ini. Mungkin sudah terbayang menghabiskan senja bersama prianya dan menyusuri kota yang sangat dibanggakan oleh prianya.
"temani aku menulis tugas nanti ya" kata si pria. Kalimat itu juga yang dirasa menjadi janji mereka menghabiskan waktu nanti ketika bertemu.


Tetapi semakin dekat waktu janji temu, sepertinya si pria berubah.
Berubah semakin asing dan memudar. Disaat itu aku mulai merasakan penyangkalan dari wanita itu, dia terlihat meyakinkan diri bahwa mereka akan kembali seperti awal kenal dan wanita itu masih saja berusaha menyemangati si pria tanpa berharap adanya kalimat itu berbalik untuknya.

Wanita itu ingin menangis...
Kencang...
Bagaimana tidak, ketika akhirnya wanita itu datang ke kota si pria saat itu pula si pria sangat dingin.
Akhirnya si wanita mencoba menahan diri, dia membesarkan hatinya sendiri "mungkin pikiranmu penat dan kelat masalah"
Lagi-lagi si wanita berusaha mati-matian menyemangati si pria.

Akhirnya...
Tepat dihari senin siang mereka bertemu...
Bahagia pasti senang apalagi, sekali lagi aku bisa binar bahagia wanita itu apalagi ketika di melihat dan mendengar suara si pria secara langsung.
"aku sibuk... mohon pengertianmu" kata si pria halus diselipi senyum ketika mereka sedang makan siang bersama.
Tenang... itu yang aku rasakan. Si pria kembali meyakiniku, bahwa semua baik-baik saja. Hanya pikiranku yang tidak-tidak.

2 hari serasa terlalu lama...
Mereka pun bertemu lagi...
Kali ini tanpa kusangka, si pria mengajak seluruh kawan baiknya.
Ada rasa sedih terbersit di wajah wanita itu mungkin rasanya si pria tidak mau menghabiskan waktu hanya berdua dengannya.
Wanita itu menutupi dengan senyum palsu, dia tidak mau si pria kecewa dengannya dan malu didepan kawan-kawannya.
Mereka akhirnya mempunyai waktu berdua, aku melihat wanita itu mengutarakan rasanya untuk si pria.
Si pria hanya tertawa...
Saat itu aku mulai merasakan keyakinan, "ini sudah usai".
Tetapi sekali lagi waktu mempermainkan perasaan wanita itu, mereka diberikan jalan beriringin.

Sampai hari ini, aku masih mengingat jelas penutup hari itu.
Si pria benar-benar mengabaikan wanita itu, semua janjinya seperti tidak pernah terucap.

Disaat itu akhirnya wanita itu menangis...
Kencang dan pilu...
Dia sendiri dikota si pria, benar-benar sendiri.
Malam itu aku terjaga sampai pagi dan melihat wanita itu masih dipenuhi dengan air mata yang sulit dihentikan.
Lalu akhirnya aku melihatnya berhasil tidur dengan lelah dimata juga dipikirannya.

Keesokan paginya aku berharap si pria akan kembali menyapa wanita itu, "selamat pagi" seperti biasanya.
Tetapi harapanku sia-sia...
Si pria sudah tidak perduli pada hari itu, keesokan harinya dan sampai hari ini.

Ini rasa hancur yang pertama kali aku lihat ada di wanita itu.
Aku tidak ingin melebih-lebihkan, pada saat itu aku melihatnya takut ketika malam datang.
Aku paham, karena pada malam hari wanita itu akan menerka-nerka apa yang sedang si pria lakukan walaupun mereka disatu kota.

3 hari setelah mereka bertemu, wanita itu berkemas dan masih saja aku berharap ada pesan dari si pria untuk wanita itu.
Ternyata tidak ada...
Rasa ibaku untuk wanita itu memuncak ketika aku melihatnya, melakukan satu hal gila.

Jahat...

Itu yang ada dipikiranku.
Apa ini sebenarnya sosok si pria...
Pertanyaan itu tidak ada jawabannya sampai sekarang...
Aku pun melihat wanita itu terlalu lelah mencari jawaban itu, atau mungkin dia terlalu takut.

p.s: cerita ini sebenarnya sudah aku simpan dan mau aku susun sebagai informasi perjalanan. Tapi, aku urungkan.
Mungkin ada baiknya aku sebagai pemantau menceritakan tidak mendetail tetapi garis besar kekecewaan terbesar si wanita.
Aku tidak membenci kota si pria, tetapi ada rasa enggan  untuk kembali kesana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar