Selasa, 24 Agustus 2010

Si Pengaku

"aku benci dengan penghianat!!!" Teriakannya diikuti sumpah serapah kotor. Wanita yang tinggal tepat disebelah rumah kontrakanku
"apalagi yang menjadi masalahmu?!" jawaban temannya. Yang ternyata seorang pria
"sudahlah, jangan berpura-pura tidak mengerti apa yang aku bicarakan!. Dasar kau pria brengsek, layaknya anjing menyembunyikan kotorannya"
"dengarkan aku dulu, aku melakukan itu untuk kebaikanmu dan dia" jawaban teman prianya
"diam kau! setelah kau berhasil menghancurkan perasaanku dan menghancurkan hubunganku yang cukup baik dengannya, itu yang kau sebut membantu?!. Sudahlah...tidakkah lelah kau berpura-pura baik dengan orang lain, dan menyebut dirimu seorang sahabat."
"tapi aku memang ingin jadi sahabatmu"
"dengarkan aku. Seorang sahabat tidak akan membuat sahabatnya menjadi seorang yang negatif dimata orang lain. Dan kau sudah membuat aku seperti itu." Wanita itu berkata dan mulai terisak
"lebih baik kau mengerti apa arti sahabat yang sesungguhnya daripada kau berkoar-koar menyebut dirimu seorang sahabat!" Kata wanita itu menutup pembicaraan, dan mengunci rapat pintu rumahnya agar si pengaku sahabat tidak datang kembali.

p.s: untuk kekecewaan 21 agustus

Aku menyebutnya angin

Dia terkadang berhembus perlahan
sangat nyaman...
Aku menikmati setiap hembusannya, yang mengenai wajahku, setiap helai rambutku
tetapi
terkadang pula dia berhembus dengan kencang
Meniup warna dingin yang tepat mengenai hatiku
dan menciptakan ruang kosong yang dengan leluasa kapanpun bisa dia datangi
Itulah mengapa aku selalu menganggapnya hanya sebatas angin
Tidak akan dapat pernah tersentuh...

Manekin

Aku memperhatikan wanita muda itu berdiri cukup lama di depan tokoku. Ya, toko kecil yang menjual pakaian murah yang mungkin hanya digunakan jika terpaksa. Awalnya aku tidak keberatan dengan kebisaan wanita muda itu, tetapi lama-lama aku sedikit penasaran apa yang sedang dia pikirkan ketika memperhatikan tokoku.
Seperti hari ini, dengan udara yang cukup terik, aku melihatnya berdiri diseberang jalan. Dan tidak seperti hari-hari biasanya, wanita itu mendekati tokoku.
" ada yang bisa saya bantu nona?" kataku menegurnya ketika dia berdiri tepat didepan etalase dengan manekin-manekin wanita
"mungkin saya akan bahagia jika menjadi salah satu manekin itu..." katanya dengan mata yang tetap terpaku kearah manekin
"maaf?" jujur saja aku sedikit bingung dengan kata-katanya
"ya, saya ingin menjadi salah satu dari mereka"
"mengapa anda ingin seperti itu?" aku yang kembali bertanya karena masih tidak dapat mengerti dengan pembicaraan ini
"saya lelah menjadi manusia normal, jika saya menjadi salah satu dari mereka. Saya tidak perlu menangis dan mengiba jika kesusahan, dan seolah selalu bahagia dengan senyuman"
"tapi ada satu kekurangannya nona..."
"apa?" dia menatapku
"mereka tidak punya perasaan, tidak seperti kita manusia normal"
"hahahaa... saya sudah tidak perduli dengan perasaan. Lihatlah mereka, mereka disukai oleh orang-orang jika menggunakan sesuatu yang indah, dan diremehkan jika menggunakan sesuatu yang buruk. Tetapi mereka masih dapat tetap tersenyum dan menerima semuanya karena mereka tidak punya perasaan untuk marah ataupun sedih. Saya ingin seperti mereka" Katanya tegas.

Ini Untuknya

Pria itu mengajakku untuk menjadi selingkuhannya. Suatu hari dengan wajah tololnya dia berkata
"maukah kita diam-diam mempunyai hubungan tanpa orang lain tau?"
"apa yang membuatmu berpikir demikian?"
"entahlah... aku rasa hanya kau yang dapat membuatku merasa nyaman dibandingkan wanitaku"
aku hanya tersenyum. Selalu itu yang diucapkan pria-pria jika merayu seorang wanita
"apakah senyuman itu artinya mau?" Tanyanya dengan antusias
Lagi-lagi aku tersenyum, hanya berpikir betapa bodohnya pria ini.
Dia kesenangan, bahkan menari-nari layaknya badut penghibur.
"Aku tidak mau" Kataku tegas dengan tetap berusaha tersenyum
"apa?!" nafasnya yang semula teratur semakin cepat seperti binatang yang ingin menangkap buruannya.
"aku tidak mau hanya menjadi wanita yang selalu bersembunyi dibayang-bayangmu. Aku tidak sudi, terutama untuk pria bermental sampah dan berotak binatang sepertimu"

Sepeda dan Angin

aku ingin bersepeda
ketika terbangun dari mimpi burukku
walaupun malam masih pekat
walaupun mereka bilang udaranya jahat
tetapi aku ingin menikmati hembusan angin yang meniup lembut wajahku dan menerbangkan helai-helai rambutku
mungkin juga mendatangkan mimpi indah
ketika aku kembali tidur nanti...

Sisi Lainnya

Aku menyulut rokok, dan menghembuskan asapnya perlahan-lahan. Beberapa wanita tua yeng melewatiku, sempat memandangku layaknya memandang wanita jalang. Aku tidak perduli dengan penilaian mereka, bukankah beberapa orang memang suka menghakimi orang lain walaupun tidak kenal. Ya, hal ini sama seperti seseorang yang telah aku enyahkan dari pikiranku tetapi menyisakan kekosongan.
Dia hanya menilai dari sisi liarku, telah berkali-kali aku datang untuknya dengan ketulusan. Tetapi tetap saja aku seperti kotoran baginya.
Aku bertahan untuk tetap membuka pikirannya dan mengubah cara pandangnya terhadapku
Sampai akhirnya, suatu hari dia berkata
"aku tidak ingin hidup bersama jalang"
Aku tidak memukul untuk ucapannya, tidak membalas dengan sumpah serapah tetapi hanya menatapnya cukup lama...
dan beranjak pergi

Kamis, 12 Agustus 2010

Berbicara Dengan Batu

"maaf sekali lagi aku datang, dengan membawa air mata ini" katanya ketika mendatangiku sore itu
"tidak apa, bukankah kita sahabat?" kataku meyakinkannya
Dia menatapku sambil tersenyum lemah.
"Aku benci dengan keadaan seperti ini" matanya menerawang
"keadaan yang seperti apa?"
"dia... aku benci dengannya"
"bukankah kau menyukainya" kataku sedikit bingung
"ya, semula aku memang menyukainya. Tapi perasaanku semakin lama semakin berubah. Sejak dia dapat membaca pola pikirku, sejak dia dapat dengan mudahnya mengetahui bahwa aku selalu membutuhkannya dan dapat dengan mudahnya pula dia datang dan pergi semaunya" Dia mulai terisak kembali
"tidakkah kau mencoba untuk berbicara dengannya?"
"dia tidak mau mendengar, dia tidak mau melihat, dia tidak mau berbicara. Yang dia mau hanya diam di pikirannya saja"

Ramadhan oh Ramadhan

Bulan Ramadhan telah datang...
Kerinduanku akan segera pulang pun semakin besar. Sudah dapat aku bayangkan bagaimana suasana bulan Ramadhan di kota yang telah lama aku tinggalkan, hanya untuk mencari penghasilan di kota besar.

Bagaimana ketika sahur, ketika matahari masih berselimutkan gelap tetapi tetap ramai dengan teriakan-teriakan halus anak kecil untuk membangunkan sahur. Dengan semangat mereka yang berkeliling melewati rumah ke rumah dengan tujuan akhir masjid. Semangat mereka menularkanku untuk sahur dalam keadaan ikhlas. Hal ini sangat terasa berbeda sekali di kota dimana aku berada sekarang, Aku diharuskan untuk terjaga sendiri jika ingin sahur, yang membuatku terkadang merasa enggan untuk melakukannya.
Berbeda pula ketika berbuka, suara mengaji sebagai awal sebelum suara adzan dikumandangkan untuk berbuka yang terdengar sampai kerumahku, membuat suasana semakin khusyuk. Dan dengan rasa kekeluargaan yang masih sangat kental, terkadang aku dan tetanggaku saling menukar makanan untuk berbuka.
Setelah itu, kami bersiap untuk melakukan Sholat Tarawih ke masjid. Setiap selesai dari rangkaian sholat, walaupun tidak saling mengenal tetapi kami tidak enggan untuk bersalaman dan tersenyum hangat.
Dan merupakan suatu kebiasaan, aku selalu duduk diteras rumahku memandang bulan dan bintang yang masih terlihat sangat jelas belum ditelan oleh cahaya lampu kota yang terang benderang seperti dikota ini. Dengan aku yang melihat keindahan semua ini, semakin membuatku bertambah bersyukur atas kebesaran tuhan dan telah membuatku mengenal kota ini dengan beribu-ribu kenangan.
Begitu rindunya aku dengan suasana kekeluargaan yang dapat diciptakan disana. Ditambah dengan keadaan yang masih begitu asri membuatku yakin tidak ada hal yang dapat membayar semua hal itu. Ya, aku akan segera pulang...

Selasa, 03 Agustus 2010

wuhuuuu

haaa... can't wait for 16 august 2010 :)

Bisikannya...

selalu kata-kata kematian yang dia bisikan untukku
dia bilang itu adalah hal terindah yang dilakukannya untukku
sekali lagi dia bisikkan " aku ingin mati,nady... "
aku menatap iba untuknya
beratus-ratus kali aku berusaha untuk membuatnya tetap hidup dan yakin bahwa aku selalu ada agar dia tidak sendiri
tetapi tampaknya dia terlanjur terpuruk dengan pikiran gelapnya...
dan aku bertahan